Pendekatan
Saintifik
/ Ilmiah
dalam Proses Pembelajaran
Permendikbud
No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah
mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan
kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan Pendekatan
saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai
ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang
tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut.
Melalui
tulisan ini, saya akan sedikit bercerita tentang pendekatan saintifik/ilmiah
dalam proses pembelajaran sebagaimana yang telah saya pahami selama ini.
Menurut hemat saya, upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses
pembelajaran bukan hal yang aneh dan mengada-ada tetapi memang itulah yang
seharusnya terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya pembelajaran
itu sendiri adalah sebuah proses ilmiah (keilmuan).
Banyak
para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat
menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan
keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna
menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses
pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran
ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu
fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis,
dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order
Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum
Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita
tentang pentingnya membelajarkan para siswa tentang fakta-fakta. “Tidak ada
yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.
Penerapan
pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya
perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan
pembelajaran konvensional. Beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan
dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1) Problem Based Learning; (2) Project
Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group
Investigation. Metode-metode ini berusaha
membelajarkan siswa untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari
solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan
dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan),
pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun
tulisan.
Pendekatan
Saintifik-Ilmiah
Apakah
pendekatan saintifik/ilmiah dengan langkah-langkah seperti dikemukakan di atas
bisa diterapkan di semua jenjang pendidikan? Jawabannya tentu akan menjadi
perdebatan keilmuan, tetapi <saya memegang satu
teori yang sudah kita kenal yaitu Teori Perkembangan Kognitif dari
Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun hingga dewasa (tahap
formal-operasional), seorang individu telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir
mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan
anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons; dan (2)
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan
demikian, tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran
sangat mungkin untuk diberikan mulai pada usia tahapan ini. Tentu saja, harus
dilakukan secara bertahap, dimulai dari penggunaan hipotesis dan berfikir
abstrak yang sederhana, kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan
berfikirnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis dan berfikir
abstrak yang lebih kompleks.
Sementara
itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan
ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup
komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan,
dan mencipta. Komponen-komponen tersebut seyogyanya dapat
dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi bukanlah sebuah
siklus pembelajaran.